Rabu, 29 April 2009

BAB III ASPEK IBADAT, LATIHAN SPIRITUIL DAN AJARAN MORAL

Manusia dalam faham Islam tersusun dari dua unsur, unsur jasmani dan unsur rohani. Tubuh manusia berasal dari materi dan mempunyai kebutuhan-kebutuhan materi seperti hawa nafsu bisa membawa pada kejahatan, sedangkan roh manusia bersifat immateri dan mempunyai kebutuhan spirituil, cenderung mengajak kepada kesucian. Kalau seseorang hanya mementingkan hidup kematerian ia mudah sekali dibawa hanyut oleh kehidupan yang tidak bersih, bahkan dapat dibawa hanyut kepada kejahatan.


Dalam Islam ibadatlah yang memberikan latihan rohani yang diperlukan manusia itu. Semua ibadat yang ada dalam Islam, salat, puasa, haji dan zakat, bertujuan membuat roh manusia supaya senantiasa tidak lupa pada Tuhan, bahkan senantiasa dekat pada-Nya. Keadaan senantiasa dekat pada Tuhan sebagai Zat Yang Maha Suci dapat mempertajam rasa kesucian seseorang. Di antara ibadat Islam, sholatlah yang membawa manusia terdekat kepada Tuhan. Di dalamnya terdapat dialog antara manusia dengan Tuhan dan dialog berlaku antara dua fihak yang saling berhadapan. Dalam dialog dengan Tuhan itu seseorang meminta supaya rohnya disucikan. Dialog ini wajib diadakan lima kali sehari, dan kalau seseorang lima kali sehari dengan sadar memohon pensucian roh, dan ia memang berusaha ke arah yang demikian, rohnya akan dapat menjadi bersih dan ia akan dijauhkan dari perbuatan-perbuatan tidak baik, apalagi dari perbuatan-perbuatan jahat.


Puasa juga merupakan pensucian roh. Di dalam berpuasa seseorang harus menahan hawa nafsu makan, minum, seks dan menahan rasa amarah, serta perbuatan-perbuatan kurang baik lainnya. Latihan jasmani dan rohani di sini bersatu dalam usaha mensucikan roh manusia. Di bulan puasa dianjurkan pula supaya orang banyak bershalat dan membaca Al-Qur-an,. disempurnakan dengan mengeluarkan zakat fitrah bagi mereka.
lbadah haji juga merupakan pensucian roh. Dalam mengerjakan haji di Mekkah, orang berkunjung ke Baitullah. Sebagaimana dalam shalat, orang di sini juga merasa dekat sekali dengan Tuhan. Usaha pensucian roh di sini disertai oleh latihan jasmani dalam bentuk pakaian, makanan dan tempat tinggal sederhana. Selama mengerjakan haji perbuatan-perbuatan tidak baik harus di jauhi. Di dalam haji terdapat pula latihan rasa bersaudara antar semua manusia, tiada beda antara kaya dan miskin, semua sederajat.


Zakat, sungguhpun itu mengambil bentuk mengeluarkan sebagian dari harta untuk menolong fakir-miskin dan sebagainya juga merupakan pensucian roh. Di sini roh dilatih menjauhi kerakusan pada harta dan memupuk rasa bersaudara, rasa kasihan dan suka menolong anggota masyarakat yang berada dalam kekurangan.
Ibadat dalam Islam sebenarnya bukan bertujuan supaya Tuhan disembah dalam arti penyembahan yang terdapat dalam agama-agama primitif. Pengertian serupa ini adalah pengertian yang tidak tepat. Betul ayat 56 dari Surat Al-Zariat_mengatakan

dan ini diartikan bahwa manusia diciptakan semata-mata untuk beribadat kepada Tuhan yaitu mengerjakan shalat, puasa, haji dan zakat. Soal ibadah memang amat penting artinya dalam sejaran Islam, tetapi mestikah kata " 'abdu " disini berarti beribadat, mengabdi atau menyembah ? Sebenarnya Tuhan tidak berhajat untuk disembah atau dipuja manusia. Tuhan adalah Maha Sempurna dan tak berhajat kepada apapun. Oleh karena itu kata " ya'buduuna " disini lebih tepat kalau diberi arti lain daripada arti beribadat, mengabdi, memuja, apalagi menyembah. Lebih tepat kelihatannya kalau kata itu diberi arti tunduk dan patuh dan kata "liya'buduuna" memang mengandung arti tunduk dan patuh sehingga arti ayat itu menjadi :
'Tidak Kuciptakan jin dan manusia kecuali untuk tunduk dan patuh kepadaKu’ Arti ini lebih sesuai dengan arti yang terkandung dalam kata muslim dan muttaqi, yaitu menyerah, tunduk dan menjaga diri dari hukuman Tuhan di Hari Kiamat dengan mematuhi perintah-perintah dan larangan-larangan Tuhan.
Dengan lain kata, manusia diciptakan Tuhan sebenarnya ialah untuk berbuat baik dan tidak untuk berbuat jahat, sungguhpun di dunia ada manusia yang memilih kejahatan.
Selanjutnya arti sembah dan sembahyang yang diberikan kepada "'abdu" dan "shollu" juga membawa kepada faham yang tidak tepat: Kata sembahyang berasal dari suatu bahasa yang memakai falsafat lain dari falsafat Islam. Sembahyang mengandung arti menyembah kekuatan gaib dalam faham masyarakat animisme dan politeisme. Dalam falsafat masyarakat serupa ini kekuatan gaib yang demikian ditakuti dan mesti disembah dan diberi sesajen agar ia jangan murka dan jangan membawa bencana bagi alam.


Kata sembahyang yang mengandung arti demikian, ketika dibawa ke dalam konteks Islam, sebagai terjemahan bagi kata "'abdu" dan "shollu", menimbulkan perubahan dalam konsep Tuhan yang ada dalam Islam. Dalam
Islam Tuhan bukanlah merupakan suatu zat yang ditakuti tetapi suatu zat
yang dikasihi. Ini ternyata dari ucapan : “ “, yang tiap hari berkali-kali dibaca umat Islam. Rahman dan Rahim berarti pengasih lagi
Penyayang, jadi bukan Tuhan yang ditakuti, tetapi Tuhan yang dikasihi manusia.
Tetapi kata sembahyang yang masuk ke dalam konteks Islam itu menghilangkan sifat Pengasih dan Penyayang itu dari kesadaran kita umat Islam. Inilah pula kelihatan salah satu sebabnya maka "liya'buduuna“ dalam Al-Qur’an di Indonesiakan menjadi "takutilah Tuhan" sedang arti sebenarnya ialah "pelihara dan jagalah dirimu dari hukum Tuhan di akhirat dan patuhlah kepada perintah dan laranganNya".


Tujuan ibadat dalam Islam bukanlah menyembah, tetapi mendekatkan diri kepada Tuhan, agar dengan demikian roh mausia senantiasa diingatkan kepada hal-hal yang bersih lagi suci, sehingga akhirnya rasa kesucian seseorang menjadi kuat dan tajam. Roh suci membawa kepada budi pekerti baik dan luhur. Oleh karena itu, ibadat, di samping merupakan latihan spirituil, juga merupakan latihan moral.
Shalat memang erat hubungannya dengan latihan moral : Ayat 45 dari Surat Al-Ankabut_menyatakan



Salat mencegah orang dari perbuatan jahat dan tidak baik.
Hadis Nabi lebih lanjut menjelaskan :


Yang mengandung arti bahwa salat yang tidak mencegah orang dari perbuatan jahat dan tidak baik bukanlah sebenar salat. Salat demikian tidak ada artinya dan membuat orang berubah jauh dari Tuhan. Dalam satu hadis qudsi disebut :



yaitu Tuhan akan menerima salat orang yang merendah diri tidak sombong, tidak menentang malahan selalu ingat kepada Tuhan dan suka menolong orang-orang yang dalam kesusahan seperti fakir miskin, orang yang dalam perjalanan, janda dan orang yang kena bencana. Jadinya salah satu tujuan shalat ialah menjauhkan manusia dari perbuatan-perbuatan jahat dan mendorongnya untuk berbuat hal-hal yang baik.
Demikian juga puasa dekat hubungannya dengan latihan moral. Ayat 183 dari Surat Al-Baqarah mengatakan :
Hai orang-orang yang percaya, berpuasa diwajibkan bagi kamu sebagai halnya dengan umat sebelum kamu. Semoga kamu menjadi manusia bertaqwa.
Bertakwa artinya menjauhi perbuatan-perbuatan jahat dan melakukan perbuatan-perbuatan baik. Hadis-hadis Nabi juga mengkaitkan puasa dengan perbuatan-perbuatan tidak baik. Salah satu hadis mengatakan :



Jadi puasa yang tidak menjauhkan manusia dari ucapan dan. Perbuatan tidak baik tidak ada gunanya. Orang yang demikian tidak perlu menahan diri dari makan dan minum, karena puasanya tak berguna.
Mengenai haji, ayat 197 dari Surat Al-Baqarah :



Menerangkan bahwa sewaktu mengerjakan haji orang tidak mengeluarkan ucapan-ucapan tidak senonoh, tidak boleh berbuat hal-hal tidak baik dan tidak boleh bertengkar.
Tentang zakat ayat 103 dari Surat Al-Taubah :



Menjelaskan bahwa zakat diambil dari harta untuk membersihkan dan mensucikan pemiliknya. Hadits berikut :



menerangkan bahwa arti sedekah luas sekali sehingga ia mencakupi senyuman kepada manusia, seruan pada perbuatan baik dan larangan dari berbuat jahat, memberi petunjuk kepada manusia, menjauhkan duri dari jalan, memberi air yang ada digayung kita kepada orang yang berhajat dan menuntun orang yang lemah penglihatannya.
Demikianlah Al-Qur’an dan hadits menjelaskan bahwa ibadat sebenarnya merupakan latihan spirituil dan moral dalam Islam membina manusia yang tidak kehilangan keseimbangan hidup, lagi berbudi pekerti luhur.
Di samping latihan spirituil dan moral ini, Al-Qur’an dan juga membawa ajaran-ajaran atau norma-norma moral yang dilaksanakan dan dipegang setiap orang Islam.
Ayat 58 dari Surat An-Nisa’ :



mengajarkan supaya manusia mengetahui hak orang lain dan bersikap ikhlas terhadap hak itu. Ayat ini memerintahkan supaya amanat (hak yang dipercayakan kepada seseorang) diteruskan kepada yang berhak. Juga ayat ini mengajarkan supaya manusia berlaku adil. Ayat 90 dari Surat Al-Nahl :



Disamping mengandung perintah supaya manusia bersikap adil, baik kepada orang dan menolong keluarga juga mengandung larangan berbuat tidak baik dan jahat.
Selanjutnya ayat 188 dari Surat Al-Baqarah mengatakan :



Janganlah kamu memakan harta orang lain dengan alasan palsu dan jangan bawa hal itu ke depan hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan harta orang lain dengan jalan tidak benar.
Ayat 11 dan 12 dari Surat-Hujurat :


Lebih lanjut lagi mengajarkan hal-hal berikut : Janganlah mencemoohkan orang lain, karena mungkin lebih baik dari kita sendiri; jangan mencela orang lain, jangan memberi nama julukan tidak baik; jangan berburuk sangka, karena sebahagian buruk sangka merupakan dosa; jangan mencari-cari kesalahan orang dan jangan mengumpat orang. Semua ini adalah perbuatan-perbuatan tidak baik yang harus dijauhi. Selain dari ajaran-ajaran akhlak, Al-Qur’an bahkan mengandung ajaran-ajaran bagaimana seharusnya tingkah laku seseorang dalam hidup sehari-hari.
Ayat 27 dan 28 dari Surat An-Nur :

Umpamanya mengajarkan agar seseorang jangan memasuki rumah orang lain sebelum meminta izin serta memberikan salam dan kalau tidak diberi izin masuk supaya kembali saja, karena itu adalah lebih baik. Ayat 58 dari surat itu juga
Selanjutnya mengajarkan agar sebelum memasuki ruang tertutup orang harus meminta izin terlebih dahulu, dengan mengetok umpamanya, tiga kali, walaupun bagi anak yang belum dewasa.


Demikianlah pentingnya budi-pekerti luhur dan tingkah laku sehari-hari dalam Islam, sehingga hal-hal itu disebut Tuhan dalam Al-Qur-an. Dan Nabi Muhammad sendiri mengatakan bahwa beliau diutus ke dunia ini untuk menyempurnakan ajaran-ajaran tentang budi-pekerti luhur. Beliau juga menerangkan : Tuhan telah menentukan Islam sebagai agamamu, maka hiasilah agama itu dengan budi-pekerti baik dan hati pemurah. Berkata benar dan tidak berdusta adalah norma moral yang penting. Nabi mengatakan : “Kata benar menimbulkan ketenteraman tetapi dusta menimbulkan kecemasan”. Menurut 'Aisyah, sifat yang paling dibenci Nabi ialah berdusta. Seorang mu'min, kata Nabi, boleh bersifat penakut dan bakhil, tetapi sekali-kali tak boleh berdusta. Tiga macam orang, kata Nabi, yang tak akan masuk surga, orang tua yang berzina, Imam yang berdusta, dan kepala yang bersifat angkuh. Mengenai kejujuran Nabi mengatakan : "Tidak terdapat iman dalam diri orang yang tidak jujur dan tidaklah beragama orang yang tak dapat dipegang janjinya". Dan seorang pernah bertanya kepada Nabi : "Kapan hari kiamat ?" jawab beliau : “Kalau kejujuran telah hilang". Janji harus ditepati walaupun kepada musuh. Nabi pernah mengucapkan kata-kata berikut: "jika seseorang berjanji tidak akan membunuh seseorang lain, tetapi orang itu kemudian ia bunuh, maka aku suci dari perbuatannya, sungguhnya yang ia bunuh itu adalah orang kafir". Orang pernah bertanya kepada Nabi tentang semulia-mulia manusia. Nabi menerangkan : “Orang yang hatinya bersih lagi suci dan lidahnya benar". Juga Nabi mengatakan bahwa orang yang suka mencaci dan hatinya berisi rasa dengki akan masuk neraka. Selanjutnya orang yang kuat kata Nabi, bukanlah orang yang tak dapat dikalahkan kekuatan fisiknya, tetapi yang kuat ialah orang yang dapat menahan amarahrya. Hadis lain lagi menerangkan bahwa orang yang dapat menahan marahnya di hari kiamat akan dapat memilih bidadari yang disukainya.


Lebih lanjut lagi Nabi mengatakan bahwa derajat yang tinggi diberikan Tuhan kepada orang yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang tak menghargainya, memaafkan orang yang tak mau memberi apa-apa kepadanya dan tetap bersahabat dengan orang yang memutuskan tali persaudaraan dengan dia. Hadis juga mengatakan bahwa orang yang paling tak disenangi Tuhan ialah orang yang berdendam khusumat. Demikianlah hadis-hadis Nabi banyak menyebut norma-norma akhlak mulia dan Nabi sendiri dikenal sebagai orang yang budi pekertinya luhur. Al-Qur’an mengatakan :

Tegasnya, Islam sebagai halnya dengan agama-agama lain, amat mementingkan pendidikan spirituil dan moral. Di sinilah sebenarnya terletak inti-sari sesuatu agama. Inti-sari ajaran-ajaran Islam,memang berkisar sekitar soal baik dan buruk, yaitu perbuatan mana yang bersifat baik dan membawa kepada kebahagiaan, dan perbuatan mana yang bersifat buruk atau jahat dan membawa kepada kemudaratan dan kesengsaraan. Untuk kebahagiaan manusia, perbuatan baik dikerjakan dan perbuatan jahat dijauhi.
Di samping teologi, fikih atau hukum Islam sebenarnya juga memusatkan pembahasan pada soal baik dan buruk itu. Pengertian wajib, haram, sunat dan makruh hubungannya erat sekali dengan perbuatan baik dan perbuatan buruk atau jahat. Perbuatan ada di antaranya yang wajib dikerjakan dan ada pula di antara yang sunnah dikerjakan. Perbuatan buruk atau jahat ada yang haram dikerjakan dan ada yang makruh dikerjakan. Perbuatan-perbuatan tidak baik yang haram atau makruh kalau dikerjakan, membawa kepada kemudhratan dan kesengsaraan, sedang perbuatan-perbuatan baik yang wajib atau yang sunnah, kalau dikerjakan, membawa kepada kebaikan dan kebahagiaan.
Ancaman yang berupa neraka dan janji yang berupa surga di akhirat, juga erat hubungannya dengan soal baik dan buruk ini. Orang yang berbuat baik di dunia ini akan masuk surga di akhirat, dan orang yang berbuat jahat akan masuk neraka. Yang dimaksud di sini dengan perbuatan baik bukan hanya yang merupakan ibadat, tetapi juga perbuataan baik duniawi yang setiap hari dilakukan manusia dalam hubungannya dengan manusia, bahkan juga dengan makhluk lain, terutama binatang-binatang. Dan sebaliknya.


Jelas bahwa dalam Islam, soal baik dan buruk, di samping soal ketuhanan menjadi dasar agama yang penting. Ini demikian, karena yang ingin dibina Islam ialah manusia baik yang menjauhi perbuatan-perbuatan buruk atau jahat di dunia ini. Manusia serupa inilah sebenarnya yang dimaksud dengan mu'min, muslim dan muttaqin (orang yang bertakwa). Mu'min ialah orang yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebagai sumber nilai-nilai yang bersifat absolut, muslim orang yang menyerahkan diri dan tunduk kepada Tuhan dan muttaqin atau orang bertaqwa adalah orang yang memelihara diri dari hukuman Tuhan di akhirat, yaitu orang yang patuh pada Tuhan, dalam arti patuh menjalankan perintah-perintahNya dan patuh menjauhi larangan-laranganNya. Perintah Tuhan hubungannya ialah dengan perbuatan-perbuatan baik sedang larangan Tuhan hubungannya ialah dengan perbuatan-perbuatan buruk dan jahat. Dengan tegasnya yang dimaksud dengan orang yang bertakwa ialah orang baik yang mengerjakan kebaikan-kebaikan dan menjauhi kejahatan-kejahatan.


Dengan demikian, yang dimaksud dengan mu'min, muslim dan muttaqin sebenarnya adalah orang yang bermoral tinggi dan berbudi pekerti luhur. Tidak mengherankan kalau soal akhlak dan budi pekerti luhur memang merupakan ajaran yang penting sekali dalam Islam. Dan soal itu demikian pentingnya sehingga, bukan hanya ibadat shalat, puasa, zakat serta haji saja, tetapi juga hukum fikih dan konsep-konsep iman, Islam, surga, serta neraka, kesemuanya sebagai dilihat di atas, erat hubungannya dengan perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia. Tujuan dasar dari semua ajaran-ajaran Islam memanglah untuk mencegah manusia dari perbuatan buruk atau jahat dan selanjutnya untuk mendorong manusia kepada perbuatan perbuatan baik. Dari manusia-manusia baik dan berbudi pekerti luhurlah masyarakat baik dapat diwujudkan

Selasa, 14 April 2009

ISLAM DALAM PENGERTIAN YANG SEBENARNYA

Islam adalah agama dalam pengertian definisi nomor delapan tersebut di atas, yaitu agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad s.a.w, sebagai Rasul. Islam pada hakekatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya mengenai satu segi, tetapi mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia. Sumber dari ajaran-ajaran yang menganut berbagai aspek itu ialah Al-Qur-an dan hadis.
Dalam faham dan keyakinan umat Islam Al-Quran mengandung sabda Tuhan (firman) yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad. Sebagai dijelaskan Al-Qur-an, wahyu ada tiga macam Surat 42 (Al-Syura) ayat 51 dan 52 mengatakan :
“Tidak dapat terjadi bagi manusia bahwa Tuhan berbicara dengannya, kecuali melalui wahyu, atau dari belakang tabir ataupun melalui utusan yang dikirim, maka disampaikanlah kepadanya dengan seizing Tuhan apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Tuhan Maha Tinggi dan Maha Bijaksana Demikianlah Kami kirimkan kepadamu roh atas perintah Kami”.
Wahyu dalam bentuk pertama tersebut di atas kelihatannya adalah pengertian atau pengetahuan yang tiba-tiba dirasakan seseorang timbul dalam dirinya; timbul dengan tiba-tiba sebagai suatu cahaya yang menerangi jiwanya. Wahyu bentuk kedua, ialah pengalaman dan penglihatan di dalam keadaan tidur atau di dalam keadaan trance. Di dalam bahasa asingnya ini disebut ru'ya (dream) atau kasy (vision). Wahyu bentuk ketiga ialah yang diberikan melalui utusan, atau malaikat, yaitu Jibril dan wahyu serupa ini disampaikan dalam bentuk kata-kata.
Bahwa wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad adalah wahyu dalam bentuk ketiga, dijelaskan juga dalam Al-Qur-an. Surat 26 (AI-Syu'ara) ayat 192-195 mengatakan:
“Sesungguhnya ini adalah wahyu Tuhan semesta alam. Dibawa turun oleh Roh Setia ke dalam hatimu agar engkau dapat memberi ingat. Dalam bahasa Arab yang jelas”.
Selanjutnya Surat 16 (Al-Nahl) ayat 102 menyebutkan :
“Katakanlah : Roh Suci membawakannya turun dengan kebenaran dari Tuhanmu untuk meneguhkan (hati) orang yang percaya dan untuk menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang yang berserah diri”.
Bahwa yang dimaksud dengan Roh Setia dan Roh Suci adalah Jibril (Gabrial) dijelaskan oleh Surat 2 (Al-Baqarah) ayat 97 :
“Katakanlah siapa yang menjadi musuh Jibril maka ialah sebenarnya yang membawanya turun ke dalam hatimu dengan seizin Tuhan untuk membenarkan apa yang (datang) sebelumnya dan untuk menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang yang percaya”.
Hadis-hadis juga menjelaskan bahwa wahyu yang disampaikan kepada Nabi Muhammad adalah melalui Jibril. Dalam hadis Aisyah mengenai wahyu yang pertama diturunkan kepada Nabi, dapat kita baca bagaimana ketatnya Jibril merangkul beliau, sehingga beliau merasa sakit dan kemudian disuruh mengulangi apa yang diturunkan Jibril yaitu :
"Bacalah (recite) dengan nama Tuhan yang menciptakan, menciptakan manusia dari segumpal darah. Baca dan Tuhanmu Maha Pemurah”.
Dalam hadis lain, sewaktu ditanya bagaimana caranya wahyu turun kepada beliau. Nabi Muhammad menerangkan: "Wahyu itu terkadang turun sebagai suara lonceng dan inilah yang terberat bagiku. Kemudian ia (Jibril) pergi dan akupun sudah mengingat apa yang diturunkannya. Terkadang malekat itu datang dalam bentuk manusia, berbicara kepadaku dan akupun mengingat apa yang dikatakannya".
Atas dasar ayat-ayat dan hadis-hadis serupa inilah kita umat Islam mempunyai keyakinan bahwa apa yang terkandung dalam Al-Qur’an adalah Sabda Tuhan, dengan kata lain teks Arab yang tersebut dalam kita suci itu adalah wahyu dari Tuhan. Hanya kata-kata Arab yang tersebut dalam teks itulah yang diakui sebagai wahyu, dan kalau diganti dengan kata-kata Arab lain sungguhpun sinonimnya, itu tidak diakui lagi wahyu. Apalagi terjemahannya ke dalam bahasa asing, semua itu bukan lagi merupakan wahyu, atau Al-Quran yang sebenarnya.
Dalam hal ini, wahyu menurut faham Islam, berlainan dari wahyu menurut faham agama lain, umpamanya agama Kristen. Dalam agama ini, Injil dalam teksnya bukanlah wahyu, yang di wahyukan hanyalah isi atau arti yang dikandung teks itu. Maka terjemahannya dalam bahasa-bahasa asing dianggap sama kuat. Berdasarkan atas ini ada kaum Orientalis yang mengatakan: Sabda Tuhan dalam Islam menjelma menjadi Al-Quran, sedang dalam agama Kristen Sabda Tuhan menjelma menjadi Jesus.
Wahyu yang dalam bentuk kata-kata itu disampaikan kepada Nabi Muhammad, turun bukan sekaligus tetapi sepotong demi sepotong dalam masa kurang lebih 23 tahun. Yang dilakukan Nabi pada waktu itu ialah setiap wahyu turun, itu beliau sampaikan kepada sahabat-sahabat untuk dihafal dan untuk dicatat.
Zaid Ibn Sabit adalah sekretaris utama yang mencatat dalam bentuk tulisan ayat-ayat yang diturunkan itu. Selain dari sekretaris ini disebut juga nama sahabat-sahabat lain yang disuruh mencatat, jeperti Abu Bakar, Usman, Umar, 3 Ali, Zubair Ibn Awam, Abdullah Ibn Sa'ad dan Ubay Ibn Kaab. Ayat-ayat itu ditulis di atas batu, tulang, pelepah korma dan lain-lain. Penghafal-penghafal professionil, sebagai diakui oleh A. Guillaume merupakan bahagian dari anggota masyarakat, yaitu bahagian yang tak boleh tidak mesti ada dalam masyarakat Arab dahulu. Merekalah yang menghafal syair-syair. Arab Jahiliah dalam keseluruhannya dan merekalah yang menyebarkannya ke daerah-daerah dan yang meneruskannya dari generasi ke generasi. Penghafal-penghafal serupa ini besar perannya dalam Zaman Jahiliah dan penting pula perannya dalam sejarah pengumpulan ayat-ayat Al-Qur-an dalam bentuk buku seperti yang dikenal sekarang.
Pengumpulan dan penulisan ayat-ayat itu dalam bentuk buku, terjadi setelah banyaknya sahabat-sahabat yang menghafal Al-Qur-an gugur dalam peperangan yang timbul di zaman Abu Bakar, satu tahun sesudah wafatnya Nabi Muhammad. Dengan gugurnya penghafal-penghafal Al-Quran dikuatirkan bahwa ayat-ayat Al-Qur’an akan dapat turut hilang. Maka atas anjuran Umar, Abu Bakar memerintahkan Zaid Ibn Sabit dan sahabat-sahabat lain, untuk mengumpulkan ayat-ayat yang tertulis di atas batu, tulang-tulang, pelepah korma dan yang dihafal oleh sahabat-sahabat itu dalam bentuk satu buku. Buku yang satu ini kemudian diperbanyak exemplarnya oleh Usman (644-655 M), dan dikirimkan ke daerah-daerah untuk menjadi pegangan tertulis bagi umat Islam yang disana. Dari teks Usman inilah kopi-kopi selanjutnya ditulis dicetak.
Berdasarkan atas sejarah pembukuan yang jelas ini kita Islam berkeyakinan bahwa teks Al-Qur-an yang ada sekarang betul sesuai dengan apa yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad s.a.w. Bahwa Al-Qur’an sekarang betul orisinil dari Nabi Muhammad s.a.w. diakui juga oleh orang-orang Orientalis.. Nicholson umpamanya mengatakan "............. its genuineness is above suspicion", dan menulis "............. it seems reasonably well established ............. the original form and contents of Mohammed's discourses preserved with serupulous precision ".
Demikianlah, teks Al-Qur-an adalah orisinil dari Nabi adalah wahyu yang beliau terima dari Tuhan melalui Jibril dalam bentuk kata-kata yang didengar dan dihafal, dan bukan bentuk pengetahuan yang dirasakan dalam hati atau yang di dan dilihat dalam mimpi atau keadaan trance.
Hadis, sebagai sumber kedua dari ajaran-ajaran Islam, mengandungsunnah (tradisi) Nabi Muhammad. Sunnah boleh mempunyai bentuk ucapan, perbuatan atau persetujuan secara diam dari Nabi. Berlainan halnya dengan Al-Qur-an, hadis tidak dikenal dicatat tidak dihafal di zaman Nabi. Alasan yang selalu dikemukakan ialah bahwa pencatatan dan penghafalan hadis dilarang Nabi, karena dikuatirkan bahwa dengan demikian akan terjadi percampur-bauran antara Al-Qur-an sebagai Sabda Tuhan dan hadis sebagai ucapan-ucapan Nabi. Ada disebut bahwa Umar Ibn Al-Khatab. Khalifah kedua, berniat untuk membukukan hadis Nabi, tetapi karena takut akan terjadi kekacauan antara Al-Qur-an dan hadis, niat itu tidak jadi dilaksanakan.
Pembukuan baru terjadi di permulaan abad kedua Hijri, yaitu ketika Khalifah Umar Abd AI-Aziz (717-720 M) meminta dari Abu Bakar Muhammad Ibn Umar dan Muhammad Ibn Syihab Al-Zuhri, mengumpulkan hadis Nabi yang dapat mereka peroleh. Di tahun 140 H, Malik Ibn Anas menyusun hadis Nabi dalam buku Al-Muwatta.
Pembukuan secara besar-besaran terjadi di abad ketiga Hijri oleh Bukhari. Muslim, Abu Daud, Al-Nasa'i, Al-Tarmizi dan Ibn Majah. Keenam buku kumpulan hadis inilah yang banyak dipakai sampai sekarang.
Karena hadis tidak dihafal dan tidak dicatat dari sejak semula, tidaklah dapat diketahui dengan pasti mana hadis yang betulbetul berasal dari Nabi dan mana hadis yang dibuat-buat. Abu Bakar dan Umar sendiri, walaupun mereka sezaman dengan Nabi, bahkan dua sahabat yang terdekat dengan Nabi, tidak begitu saja menerima hadis yang disampaikan kepada mereka. Abu Bakar meminta supaya dibawah saksi yang memperkuat hadis itu berasal dari Nabi, dan Ali lbn Abi Talib meminta supaya pembawa hadis bersumpah atas kebenarannya.
Dalam pada itu jumlah hadis yang dikatakan berasal dari Nabi bertambah banyak, sehingga keadaannya bertambah sulit membedakan mana hadis yang orisinil dan mana hadis yang dibuat-buat. Diriwayatkan bahwa Bukhari mengumpulkan 600.000 (enam ratus ribu) hadis, tetapi setelah mengadakan seleksi, yang dianggapnya hadis orisinil hanya 3.000 (tiga ribu) dari
yang 600.000 itu, yaitu hanya setengah persen.
Tidak ada kesepakatan kita antara umat Islam tentang keorisinilan semua hadis dari Nabi. Jadi berlainan dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang semuanya diakui oleh seluruh umat Islam adalah wahyu yang diterima Nabi dan kemudian beliau teruskan kepada umatnya, dalam keorisinilan hadis terdapat perbedaan antara umat Islam. Oleh karena itu kekuatan hadis sebagai sumber ajaran-ajaran Islam tidak sama dengan kekuatan Al-Quran.
Inilah dua sumber nash dari ajaran-ajaran Islam dalam segala aspeknya.
Ajaran yang terpenting dari Islam ialah ajaran tauhid, maka sebagai halnya dalam agama monoteisme atau agama tauhid lainnya. yang menjadi dasar dari segala dasar di sini ialah pengakuan tentang adanya Tuhan Yang Maha Esa. Di samping ini menjadi dasar pula soal kerasulan, wahyu, kitab suci yaitu Al-Qur’an, soal orang yang percaya kepada ajaran yang dibawa Nabi Muhammad, yaitu soal mu'min dan muslim, soal orang yang tak percaya kepada ajaran-ajaran itu yakni orang kafir dan musyrik, hubungan makhluk, terutama manusia dengan Pencipta, soal akhir hidup manusia yaitu sorga dan neraka, dan lain sebagainya.
Semua soal ini dibahas oleh ilmu tauhid atau ilmu kalam yang dalam istilah Baratnya disebut teologi. Aspek teologi merupakan aspek yang penting sebagai dasar bagi Islam.
Salah satu ajaran dasar lain dalam agama Islam ialah bahwa manusia yang tersusun dari badan dan roh itu berasal dari Tuhan dan akan kembali ke Tuhan. Tuhan adalah suci dan roh yang datang dari Tuhan juga suci dan akan dapat kembali ke tempat asalnya di sisi Tuhan, kalau ia tetap suci. Kalau ia menjadi kotor dengan masuknya ia ke dalam tubuh manusia yang bersifat materi itu, ia tak akan dapat kembali ke tempat asalnya.
Oleh karena itu harus diusahakan supaya roh tetap suci dan manusia menjadi baik. Ajaran Islam mengenai hal ini tersimpul dalam ibadat yang mengambil bentuk salat, puasa zakat, haji dan ajaran-ajaran mengenai moral atau akhlak Islam. Nabi Muhammad memang mengatakan bahwa beliau datang untuk menyempurnakan pengertian budi pekerti luhur (Aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan budi pekerti luhur). Aspek ibadat dan ajaran moral ini juga merupakan aspek penting dari Islam.
Dalam pada itu ada segolongan umat Islam yang tidak merasa puas dengan cara formil yang terdapat dalam ibadat untuk mendekati Tuhan. Dengan lain kata, hidup spirituil yang diperoleh melalui ibadat biasa belum memuaskan kebutuhan spirituil mereka, maka mereka rnencari jalan yang membawa mereka lebih dekat kepada Tuhan, sehingga mereka merasa dapat melihat Tuhan dengan hati-sanubari, bahkan merasa bersatu dengan Tuhan. Ajaran-ajaran mengenai ini terdapat dalam mistisisme Islam yang dalam istilah Arabnya disebut tasawwuf.
Sufi-sufi mempunyai murid-murid dan di antaranya ada yang meneruskan ajaran sufi yang menjadi gurunya daiam bentuk tarekat. Maka timbullah dalam Islam berbagai macam tarekat sufi. Tarekat pada mulanya berarti jalan yang harus ditempuh seorang sufi untuk berada di hadirat Tuhan, tetapi kemudian ia mengandung arti organisasi yang mempunyai corak latihan spirituil. Masing-masing tarekat mempunyai corak latihan spirituilnya sendiri. Jumlah tarekat banyak dan di antaranya adalah yang berikut : Ahmadia di Mesir, Bektasyia di Turki, Kadiria berasal dari Bagdad, Naksyabandia (berasal dari Turkistan), Rifa'ia (berasal dari Irak), Sanusia (Libiya), Syadilia (Tunis), Syattaria (India) dan Tijana (Maroko). Tasawwuf dan tarekat memberikan aspek mistisisme dalam Islam.
Selanjutnya Islam berpendapat bahwa hidup manusia di dunia ini tidak bisa terlepas dari hidup manusia di akhirat, bahkan lebih dari itu corak hidup manusia di dunia ini menentukan corak hidupnya di akhirat kelak. Kebahagiaan di akhirat bergantung pada: hidup baik di dunia. Hidup baik menghendaki masyarakat manusia yang teratur. Oleh sebab itu Islam mengandung peraturanperaturan tentang kehidupan masyarakat manusia. Demikianlah terdapat peraturan- peraturan mengenai hidup kekeluargaan (perkawinan, perceraian, waris dan lain-lain) tentang hidup ekonomi dalam bentuk jual beli, sewa-menyewa, pinjam-meminjam, perserikatan dan lain-lain, tentang hidup kenegaraan, tentang kejahatan (pidana), tentang hubungan Islam dan bukan Islam, tentang hubungan orang kaya dengan orang miskin dan sebagainya. Semua ini dibahas dalam lapangan hukum Islam yang dalam istilah Islamnya disebut ilmu fikih. Fikih memberikan gambaran tentang aspek hukum dari Islam.
Sementara itu Islam dalam sejarah mengambil bentuk kenegaraan. Dalam perkembangannya terjadi perbedaan faham tentang organisasi negar yang semestinya. Perbedaan faham terbesar dalam soal lembaga politik ini terdapat antara kaum Sunni dan kaum Syi'ah. Kaum Sunni berpendapat bahwa kepala negara tidak mesti dari keturunan Nabi melalui Fatimah dan Ali. Kaum Syi'ah sebaliknya berkeyakinan bahwa hanya keturunan Nabi yang boleh menjadi kepala-negara. Selanjutnya terdapat pula perbedaan faham tentang persoalan apakah jabatan kepala-negara mempunyai sifat turun-temurun dari bapak kepada anak, ataukah pengangkatan kepala-negara didasarkan atas kesanggupan serta keahlian dan bukan atas keturunan.
Islam sebagai negara tentu mempunyai lembaga-lembaga kemasyarakatan lain, seperti lembaga kekeluargaan, lembaga kemiliteran, lembaga kepolisian, lembaga kehakiman dan lembaga pendidikan. Semua ini menggambarkan aspek lembaga kemasyarakatan dalam Islam.
Lebih lanjut lagi Islam mengajarkan bahwa Tuhan adalah Pencipta semesta alam. Oleh karena itu perlu dibahas arti penciptaan, materi yang diciptakan, hakekat roh, kejadian alam, hakekat aqal, hakekat wujud, arti qidam (tidak bermula) dan lain-lain. Pemikiran dan pembahasan dalam hal-hal ini dilakukan oleh akal. Maka timbullah persoalan akal dan wahyu serta falsafat dan agama. Ini semua dibahas oleh falsafat dalam Islam.
Akhirnya Islam mempunyai wujud dalam masa. Tahun Islam mulai dihitung dari hijrah Nabi ke Medinah di tahun 622 M dan sekarang Islam telah berusia dekat empat belas abad. Dari Semenanjung Arabia Islam meluas ke Palestina, Suria, Mesopotamia, Persia, India, Asia, Tengah, Malaysia, Indonesia dan Filipina di Timur, dan ke Mesir, Afrika Utara, Spanyol dan Afrika Tengah di Barat kemudian ke Asia Kecil dan dari sana ke Eropah Timur sampai ke Austria. Dengan demikian Islam bukan hanya mempunyai sejarah politik yang panjang dalam masa tetapi juga sejarah politik yang luas daerahnya. Dalam ekspansi ke Timur dan ke Barat itu Islam bertemu dengan peradaban-peradaban klasik, terutama peradaban Yunani dan Persia, dan kontak ini menimbulkan peradaban yang bercorak Islam dan yang berpengaruh di masanya, bahkan mempunyai pengaruh bagi peradaban Barat modern sekarang. Ini semua dibahas dalam sejarah kebudayaan Islam.
Dengan adanya kontak antara Islam dan kemajuan Barat yang dimulai pada pembukaan abad kesembilan belas yang lalu, umat Islam dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran modern Barat. Dalam Islam timbullah pula pemikiran pembaharuan, yang masih menjadi soal hangat sampai di zaman kita sekarang. Maka di samping aspek-aspek tersebut, terdapat pula aspek modernisasi atau pembaharuan dalam Islam.
Jadi Islam, berlainan dengan apa yang umum diketahui, bukan hanya mempunyai satu-dua aspek, tetapi mempunyai berbagai aspek. Islam sebenarnya mempunyai aspek teologi, aspek ibadat, aspek moral, aspek mistisisme, aspek falsafat, aspek sejarah, aspek kebudayaan dan lain sebagainya.
Dalam pada itu aspek teologi tidak hanya mempunyai satu aliran tetapi berbagai aliran : ada aliran yang bercorak liberal, yaitu aliran yang banyak memakai kekuatan akal di samping ke percayaan pada wahyu dan ada pula yang bersifat tradisionil, yaitu aliran yang sedikit memakai akal dan banyak bergantung pada wahyu. Di antara kedua aliran ini terdapat pula aliran-aliran yang tidak terlalu liberal, tetapi tidak pula terlalu tradisionil. Dalam aspek hokum demikian pula terdapat bukan hanya satu mazhab, tetapi berbagai rupa mazhab dan yang diakui sekarang hanya empat yaitu mazhab Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hambali.
Nyatalah bahwa Islam mempunyai berbagai rupa aspek, aliran dan mazhab. Pengetahuan Islam hanya dari satu-dua aspek, dan itupun hanya dari satu aliran dan satu mazhab, menimbulkan pengetahuan yang tidak lengkap tentang Islam. Islam di Indonesia pada umumnya dikenal hanya dari aspek teologi, dan itupun hanya dari aliran tradisionilnya, dari aspek hukum, yaitu menurut mazhab Syafi'i dan dari aspek ibadat. Aspek-aspek lainnya, moral, mistisisme, falsafat, sejarah dan kebudayaan serta aliran-aliran dan mazhab-mazhab lainnya kurang dikenal. Oleh karena itu pengetahuan kita di Indonesia tentang Islam tidak sempurna. Dengan lain kata hakekat Islam tidak begitu dikenal. Ini menimbulkan kesalah fahaman tentang Islam.
Timbul kesalah-fahaman bahwa Islam bersifat sempit dan tidak sesuai dengan kemajuan modern. Karena mengetahui satu mazhab fikih saja, ada hal-hal yang dianggap haram menutut Islam, sedang sebenarnya hal-hal itu haram menurut mazhab tersebut dan tidak menurut mazhab lain. Demikian pula kesalahfahaman bahwa Islam mengajarkan fatalisme atau jabariah, sedang ini sebenarnya adalah ajaran dari satu aliran tertentu dalam Islam. Aliran lain mempunyai faham free will atau qadariah. Demikian pula timbul kesalah-fahaman bahwa Islam mengajarkan kesenangan materi, karena surga dan neraka diberi gambaran sebagai kesenangan materi dan kesengsaraan jasmani. Ini sebenarnya hanyalah faham golongan tertentu dalam Islam, karena kaum sufi dan kaum filosof menggambarkan sorga dan neraka sebagai keeenangan dan kesengsaraan rohani dan intelektuil
Untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan faham itu perlulah diketahui dan diajarkan hakekat Islam, yaitu Islam dalam segala aspeknya. Mengetahui Islam dalam segala aspeknya secara mendetail sudah barang tentu tidak mudah dan menghendaki masa yang panjang dan usaha yang kuat. Mungkin orang akan menghabiskan semua umurnya untuk mengatahui itu. Dan itu memang tidak perlu. Yang diperlukan hanyalah mengetahui aspek-aspek dan aliran-aliran itu dalam garis besarnya. Sebagai dasar, pengetahuan yang demikian sudah cukup. Kemudian barulah orang mengadakan spesialisasi, yaitu spesialisasi dalam bidang teologi, falsafat dan tasawuf, spesialisasi dalam bidang hukum, spesialisasi dalam bidang sejarah kebudayaan dan sebagainya. Mengadakan spesialisasi sebelum atau dengan tidak mengetahui aspek-aspek dan aliran-aliran lain dalam Islam menimbulkan pengetahuan yang tidak lengkap, bahkan yang salah tentang Islam. Untuk menghindarkannya perlulah pendekatan lama dirobah dengan pendekatan baru.

Selasa, 07 April 2009

AGAMA DAN PENGERTIAN AGAMA DALAM BERBAGAI BENTUKNYA

Dalam masyarakat Indonesia, selain dari kata agama, dikenal pula kata din (dari bahasa Arab) dan kata religi dari bahasa Eropa. Agama tersusun dari dua kata, a = tidak dan gam = pergi, jadi tidak pergi, tetap di tempat, diwarisi turun-temurun. Agama memang mempunyai sifat yg demikian. Ada lagi pendapat yg mengatakan bahwa agama berarti teks atau kitab suci. Dan agama-agama memang mempunyai kitab-kitab suci. Selanjutnya, dikatakan lagi bahwa gam berarti tuntunan. Memang agama mengandung ajaran-ajaran yg menjadi tuntunan hidup bagi penganutnya. Din dalam bahasa Semit berarti undang-undang atau hukum. Dalam bahasa Arab, kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, hutang, balasan, kebiasaan. Agama memang membawa peraturan-peraturan yg merupakan hukum, yg harus dipatuhi orang. Agama selanjutnya memang menguasai diri seorang dan membuat ia tunduk dan patuh kepada Tuhan dengan menjalankan ajaran-ajaran agama.
Religi berasal dari bahasa Latin. Menurut satu pendapat asalnya ialah relegere yang mengandung arti mengumpulkan, membaca. Agama memang merupakan kumpulan cara-cara mengabdi kepada Tuhan. Ini terkumpul dalam kitab suci yang harus dibaca.
Oleh karena itu agama diberi definisi-definsi sebagai berikut :
1. Pengakuan adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yg harus dipatuhi.
2. Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yg menguasai manusia.
3. Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yg mengandung pengakuan pada suatu sumber yg berada di luar diri manusia.
4. Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yg menimbulkan cara hidup tertentu.
5. Suatu sistem tingkah laku (code of conduct) yg berasal dari kekuatan gaib.
6. Pengakuan adanya kewajiban yg diyakini bersumber pada kekuatan gaib.
7. Pemujaan terhadap kekuatan gaib yg timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yg terdapat dalam alam sekitar manusia.
8. Ajaran-ajaran yg diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang rasul
Dengan demikian unsur-unsur penting yg terdapat dalam agama ialah :
1. Kekuatan gaib : Manusia merasa dirinya lemah dan berhajat pada kekuatan gaib itu sebagai tempat minta tolong. Oleh karena itu manusia merasa harus mengadakan hubungan baik dengan kekuatan gaib yang diwujudkan dengan mematuhi perintah dan larangan kekuatan gaib ini.
2. Keyakinan manusia bahwa kesejahteraannya di dunia ini dan hidupnya di akhirat tergantung pada adanya hubungan baik dengan kekuatan gaib yg dimaksud.
3. Respons yang bersifat emosionil dari manusia. Respons itu bisa mengambil bentuk perasaan takut, seperti yg terdapat dalam agama-agama primitif, atau perasaan cinta, seperti yg terdapat dalam agama-agama monoteisme.
4. Paham adanya yg kudus (sacred) dan suci, dalam bentuk kekuatan gaib, dalam bentuk kitab yg mengandung ajaran-ajaran agama bersangkutan dan dalam bentuk tempat-tempat tertentu. Agama ada yg bersifat pimitif dan ada pula yg dianut oleh masyarakat yg telah meninggalkan fase keprimitifan. Agama-agama yg terdapat dalam masyarakat ialah dinamisme, animisme dan politeisme.

Agama dinamisme mengandung kepercayaan pada kekuatan gaib yg misterius. Dalam faham ini ada benda-benda tertentu yg mempunyai kekuatan gaib dan bepengaruh pada kehidupan manusia sehari-hari. Kekuatan gaib itu ada yg bersifat baik dan ada yg bersifat jahat. Benda yg mempunyai kekuatan gaib baik, disenangi dan dipakai dan dimakan agar orang yg memakai atau memakannya senantiasa dipelihara dan dilindungi oleh kekuatan gaib yg terdapat didalamnya.

Animisme adalah agama yg mengajarkan bahwa tiap-tiap benda baik yg bernyawa maupun tidak bernyawa, mempunyai roh. Roh dalam masyarakat primitif belum mengambil bentuk roh dalam faham masyarakat yg telah lebih maju. Kepada roh-roh serupa ini diberi sesajen untuk menyenangkan hati mereka, sesajen dalam bentuk binatang, makanan, kembang dan sebagainya.

Politeisme mengandung kepercayaan pada dewa-dewa. Dalam agama ini hal-hal yang menimbulkan perasaan takjub dan dahsyat bukan lagi dikuasai oleh roh-roh tapi dewa-dewa. Kalau roh-roh dalam animisme tidak diketahui tugas-tugasnya yg sebenar-benarnya, dewa-dewa dalam politeisme telah mempunyai tugas-tugas tertentu. Demikianlah, ada dewa yg bertugas menyinarkan cahaya dan panas ke permukaan bumi. Dewa ini dalam agama Mesir kuno disebut Ra, dalam agama India kuno Surya, dan dalam agam Persia Kuno Mithra.

Dalam masyarakat yg sudah maju agama yg dianut bukan lagi dinamisme, animisme, politeisme atau henoteisme, tetapi agama monoteisme, agama tauhid. Dasar ajaran monoteisme ialah Tuhan satu, Tuhan Yg Maha Esa, Pencipta alam semesta. Dengan demikian, perbedaan antara henoteisme dan monoteisme ialah bahwa dalam agama akhir ini Tuhan tidak lagi merupakan Tuhan nasional tetapi Tuhan internasional, Tuhan semua bangsa di dunia ini bahkan Tuhan Alam Semesta.

Tujuan hidup dalam agama monoteisme bukan lagi mencari keselamatan hidup material saja, tetapi juga keselamatan hidup kedua atau hidup spirituil. Dalam istilah agama disebut keselamatan dunia dan keselamatan akhirat. Dan jalan mencari keselamatan itu bukan lagi dengan memperoleh sebanyak mungkin tuah atau mana, sebagai halnya dalam masyarakat dinamisme, dan tidak pula dengan membujuk dan menyogok roh-roh dan dewa-dewa, sebagaimana halnya dalam masyarakat animisme, dinamisme, dan politeisme..

Dan sebenarnya inilah arti kata Islam yg menjadi nama agama yg diturunkan kepada Nabi Muhammad. Islam ialah menyerahkan diri sebulat-bulatnya kepada kehendak Tuhan. Dengan menyerahkan diri ini, yaitu dengan patuh kepada perintah dan larang-larangan Tuhanlah, orang dalam monoteisme mencoba mencari keselamatan.
Disinilah letak perbedaan besar antara agama-agama primitif dan agama monoteisme. Dalam agama-agama primitif manusia mencoba menyogok dan membujuk kekuasaan supernaturil dengan penyembahan dan saji-sajian supaya mengikuti kemauan manusia, sedang dalam monoteisme manusia sebaliknya tunduk kepada kemauan Tuhan.

Tujuan hidup beragama dalam agama monoteisme atau agama tauhid ialah menyerahkan diri seluruhnya kepada Tuhan Pencipta semesta alam dengan patuh pada perintah dan larangannya, agar dengan demikian manusia mempunyai roh dan jiwa bersih dan budi pekerti luhur.
Agama-agama yg dimasukkan ke dalam kelompok agama monoteisme, sebagai disebut dalam Ilmu Perbandingan Agama, adalah Islam, Yahudi, Kristen dengan kedua golongan Protestan Katholik yg terdapat di dalamnya, dan Hindu. Ketiga Agama tersebut pertama merupakan satu rumpun. Agama Hindu tidak masuk dalam rumpun ini.
Di antara ketiga agama serumpun ini yg pertama datang ialah agama Yahudi dengan Nabi-nabi Ibrahim, Ismail, lshaq, Yusuf dan lain-lain; kemudian agama Kristen dengan Nabi Isa, yg datang untuk mengadakan reformasi dalam agama Yahudi. Dan terakhir sekali datang agama Islam dengan Nabi Muhammad s.a.w. Ajaran yg beliau bawa ialah ajaran yg diberikan kepada Nabi-nabi Ibrahim, Musa, Isa dan lain-lain dalam bentuk murninya.
Sebagai diterangkan oleh Al-Qur-an, ajaran murni itu ialah Islam, menyerahkan diri seluruhnya kepada kehendak Tuhan Yg Maha Esa. Mengenai hal ini Surat Ali lmran ayat 19 mengatakan: Agama (yg benar) dalam pandangan Tuhan ialah Islam (menyerahkan diri kepada Nya). Dan mereka yg diberi Kitab bertikai hanya setelah pengetahuan datang kepada mereka; (dan mereka bertikai) karena dipengaruhi perasaan dengki.
Apa yg dimaksud dengan Islam dijelaskan oleh Surat An-Nisa' ayat 125 :
Siapa mempunyai agama yg lebih baik dari orang yg menyerahkan diri seluruhnya kepada Tuhan dan berbuat baik serta mengikuti agama Ibrahim, (agama) yg sebenarnya?
Bahwa Nabi Ibrahim menyerahkan diri kepada Tuhan dan beragama Islam disebut Surat al- Baqarah ayat 131 :
Ketika Tuhannya berkata kepadanya (Ibrahim) : "Serahkan dirimu; ia menjawab : "Aku menyerahkan diriku kepada Tuhan semesta alam' :
dan Surat Ali Imran ayat 67 :
Bukanlah Ibrahim seorang Yahudi, bukan pula seorang Kristen, tetapi adalah seorang yg benar (dalam keyakinannya), seorang muslim. Dan bukanlah ia masuk dalam golongan kaum polities.
Ayat 84 dari Surat Ali Imran lebih lanjut mengatakan bahwa bukan hanya agama yg didatangkan kepada Nabi Ibrahim, tetapi juga agama yg didatangkan kepada Nabi-nabi lain adalah. sama dengan agama yg diturunkan kepada Nabi Muhammad :
Katakanlah : “Kami percaya kepada apa yg diturunkan kepada kami, kepada apa yg diturunkan kepada Ibrahim, Ismail serta suku-suku bangsa lain dan kepada apa yg diturunkan kepada Musa, Isa serta Nabi-nabi lain dari Tuhan Mereka. Kami tidak mengadakan perbedaan antara mereka dan kami menyerahkan diri kepada Nya”.
Pada mulanya, Yahudi, Kristen dan Islam berdasar atas keyakinan tauhid atau keesaan Tuhan yg serupa. Dalam istilah modern keyakinan ini disebut monoteisme. Tetapi dalam pada itu kemurnian tauhid dipelihara hanya oleh Islam dan Yahudi. Dalam Islam satu dari kedua syahadatnya menegaskan : "Tiada Tuhan selain dari Allah". Dan dalam agama Yahudi Syema atau syahadatnya mengatakan : "Dengarlah Israel, Tuhan kita satu". Tetapi kemurnian tauhid dalam agama Kristen dengan adanya faham Trinitas, sebagai diakui oleh ahli-ahli perbandingan agama, sudah tidak terpelihara lagi.
Dengan, demikian di antara agama besar yg ada sekarang, hanya Islamlah yg memelihara faham monoteisme yg murni. Monoteisme Kristen dengan faham Trinitasnya dan monoteisme Hindu dengan faham politeisme yg banyak terdapat di dalamnya tidak dapat dikatakan monoteisme murni.